Sabtu, 17 Maret 2012

[OPINI] Dewan Perwakilan Rakyat di kepalaku


Belakangan ini tersiar kabar yang semakin memperburuk citra DPR. Sampah kondom berserakan di lingkungan DPR. Apa yang terlintas di pikiranku pertama kali adalah perasaan tidak menyangka, meski citra wakil rakyat itu sudah buruk di pikiranku sebelum ini. Namun, kasus kali ini lah yang paling miris. Bagaimana mungkin ada sampah kondom di lingkungan DPR jika bukan oknum-oknum di dalamnya yang menggunakan alat kontrasepsi tersebut.


Tentunya para anggota dewan itu telah dewasa semua dan tahu apa dan bagaimana cara memakai kondom. Mereka bukanlah anak kecil yang meniup kondom menjadi balon setelah menemukan benda itu di tempat penyimpanan barang pribadi orang tuanya. Dengan pemahaman yang seperti itu, maka masyarakat bisa dengan mudah menyimpulkan jika ada sampah kondom di lingkungan DPR, berarti oknum di DPR yang menggunakan alat itu sebagaiana mestinya—tanpa disebutkan pun pembaca sudah tahu maksudnya.

Jika kita tengok ke belakang, sudah banyak kasus-kasus yang berhubungan dengan penyelewengan seksual, seperti diberitakan di banyak tv swasta. Mulai dari beredarnya video maupum foto syur anggota DPR dengan teman wanitanya, hingga oknum anggota DPR yang ‘mengintip’ gambar-gambar tak seronok saat berlangsung rapat di gedung DPR.

Tidak ingatkah anda-anda para anggota DPR, bahwa yang duduk di dalam gedung yang mewah nan megah di sana adalah wakil rakyat yang terhormat, yang terpelajar, yang setiap tindakannya selalu diikuti oleh pers dari berbagai media. Itulah sebabnya, setiap anggota DPR ‘berulah’, masyarakat akan segera tahu sebagai akibat dari perkembangan media massa yang sangat pesat.

Apa yang kawan-kawan pembaca bayangkan tentang reaksi masyarakat mendengar berita yang tak sedap itu? Tentunya masyarakat akan memberi cap jelek kepada DPR. Yang lebih merugikan adalah, masyarakat awam akan memberi pencitraan jelek itu tidak kepada oknum-oknum secara individu, tetapi akan secara keseluruhan satu instansi, DPR. Ini lah yang memang terjadi di masyarakat, terutama masyarakat bawah yang kurang paham tentang hal yang demikian di atas. Masyarakat bawah ini akan cenderung memandang suatu instansi secara menyeluruh, sebuah instansi dengan anggota-anggota di dalamnya mereka anggap sebagai satu kesatuan. Sehingga jika salah satu anggota instansi tersebut dinilai oleh mereka jelek, maka satu instansi di mana seorang anggota itu bernaung turut pula dinilai jelek.

DJP (Direktorat Jenderal Pajak) sebagai contohnya. Karena kasus Gayus beberapa waktu lalu, juga kasus DW—yang hingga sekarang belum terbukti—DJP secara keseluruhan menerima dampaknya. Di DJP ada sekitar 32.000 pegawai dan oknum-oknum seperti Gayus hanya secuil dari 32.000 itu. Di dalam DJP sendiri banyak pegawai yang ‘bersih’. Hal ini dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany.

Begitu pula yang terjadi di DPR. Tidak semua anggota DPR jelek seperti yang dibayangkan masyarakat, ada beberapa anggota DPR yang memang benar-benar menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat, anggota dewan yang benar-benar terhormat, dan benar-benar terpelajar.

Masyarakat pun harus percaya akan hal itu. Sebab jika tidak—karena DPR di sini adalah pihak pemerintah—maka pada siapa masyarakat harus percaya, selain pada pemerintah negara ini. Krisis kepercayaan. Hal ini lah yang menggulingkan kabinet-kabinet pada masa awal Indonesia merdeka. Jadi akan berbahaya jika masyarakat sudah tidak percaya lagi pada pemerintah, dalam hal ini DPR.

Di lain pihak, DPR secara keseluruhan juga tidak mengecewakan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Anda-anda sekalian dipilih tidak untuk melakukan hal yang konyol di Gedung Nusantara 1 Komplek Gedung MPR/DPR di DKI Jakarta sana. Ingatlah bahwa amanah yang diberikan pada anda akan dipertanggungjawabkan—oleh anda sendiri—di kehidupan mendatang.

Akhirnya semuanya kembali pada pribadi masing-masing individu. Yang dapat saya tuliskan di sini bahwa tidak akan maju negara ini jika tidak ada perubahan di dalam penyusunnya—bisa dikatakan DPR dengan masyarakat Indonesia. Kekuatan terbesar masyarakat ada pada para pemudanya, terutama mahasiswa. Jadi sekadar saran, rangkullah pemuda jika ingin merangkul rakyat, dan menciptakan Indonesia yang lebih baik.

Itulah opini/pendapat dari penulis pribadi. Kritik dan saran dibutuhkan disini, lebih bagus lagi jika di sini bisa muncul pendapat-pendapat lain yang tentunya luar biasa untuk di dengarkan.

0 comments:

Posting Komentar